Introspeksi Diri Dengan Kisah Nabi

Oleh Ustad Ruslani
Bismillahirrahmanirrahim…


Sahabat-sahabat Remas yang dicintai Allah Swt, dunia ini tidak hanya kita yang menempati. Ada berbagai macam watak, sifat, tipe manusia yang terlahir di dunia kita dan berkumpul bersama kita. Ada yang pemaaf, tegas, penggerutu, penyayang, ada juga yang sukanya menyalahkan orang lain atas kesalahan-kesalahan.

Nah, sifat manusia yang suka menyalahkan orang lain atas suatu kesalahan inilah yang patut kita perhatikan baik-baik. Jangan-jangan, malah sikap itu sebenarnya ada pada diri kita. Miris sekali ketika melihat seseorang hidup dengan sikap seperti itu, apalagi kalau ternyata, kita sendiri juga mengidap penyakit tersebut! Karena sebenarnya, adalah suatu kesalahpahaman ketika seseorang punya ’hobi’ menghakimi seseorang yang lain atas suatu kesalahan.

Setiap dari kita semua di dunia ini tidak ada yang suci dari kesalahan, entah itu kecil ataupun besar. Kita pernah mendengar kata-kata ‘Manusia adalah biangnya kesalahan’. Apa alasannya? Alasannya adalah karena memang kesalahan dan manusia itu sangat dekat. Bahkan tidak dapat dipisahkan. Rasa lapar dan haus, itu manusiawi. Artinya, sangat wajar bila dirasakan oleh manusia. Begitupun melakukan kesalahan. Hal tersebut juga sangat manusiawi.
Ingat tentang kisah Nabi Adam dan Siti Hawa? Nabi Adam a.s., manusia pertama yang diciptakan Allah, juga pernah tergelincir oleh siasat setan. Nabi Adam a.s. dan Siti Hawa diturunkan ke bumi karena dibujuk setan untuk memakan buah Khuldi. Lihat? Nabi Adam a.s. saja pernah melakukan kesalahan, apalagi kita?

Tetapi walaupun begitu, kita bisa selamanya membiarkan kesalahan-kesalahan yang telah kita perbuat tanpa ada perbaikan. Karena tidak semua yang manusiawi itu baik. Rasa lapar merupakan rasa manusiawi yang baik, karena rasa lapar dapat membuat kita semakin bersyukur atas karunia Allah Swt. “Alhamdulillah… sudah nggak lapar lagi.” Bukankah itu bentuk dari rasa syukur kita? Sedangkan jika kita melakukan kesalahan, sangat mungkin akibat dari kesalahan itu malah merugikan orang-orang yang ada disekitar kita. Jika tidak segera diperbaiki, akan ada banyak lagi kerugian yang timbul.

Kita perlu mengadakan perbaikan-perbaikan agar tidak banyak kerugian yang timbul dari sifat kemanusiawian kita. Orang yang baik, bukanlah orang yang suci sempurna dari kesalahan. Tapi adalah orang yang pernah melakukan kesalahan dan kemudian mempunyai kemauan untuk beri’tikad baik. Bukankan Allah SWT. Berfirman, “Sebaik-baiknya manusia adalah ia yang bertaubat setelah melakukan kesalahan”? Setelah Nabi Adam diturunkan ke bumi, ia menangis dan bertaubat kepada Allah, sehingga Allah mengembalikannya kembali ke Surga. Begitupun kita, kita ini nanti juga akan dikembalikan ke Surga, tapi dengan satu syarat, yaitu bertaubat, memperbaiki kesalahan-kesalahan yang telah kita lakukan.

Lalu, bagaimana cara memperbaikinya? Yaitu dengan Ilmu. Teladanilah kehidupan mereka yang mempunayi kemauan untuk beri’tikad baik setelah melakukan kesalahan. Bukankah Allah sudah mengutus para nabi dan rasul-Nya untuk membimbing kita? Ketahuilah kisah-kisah perjalanan hidup mereka, ambil pelajaran dari kisah-kisah tersebut, lalu amalkan dalam kehidupan kita disini. Sesungguhnya itulah gunanya para nabi dan rasul diutus ke bumi. Agar kita menjadi manusia yang tidak rugi.

Jadi, jangan  terburu-buru memvonis orang karena kesalahannya. Mari kita interospeksi diri! Karena sebenarnya, kita juga manusia yang tidak pernah luput dari kesalahan. Gunakan waktu yang ada saat ini untuk memperbaiki kesalahan-kesalahan kita sendiri. Daripada menghabiskan waktu untuk menghakimi orang lain habis-habisan, bukankah lebih bermanfaat bila kita memanfaatkan waktu semaksimal mungkin untuk menjadi pribadi yang lebih baik di setiap langkah hidup kita?

Semoga bermanfaat, semoga kita menjadi musli-muslimah yang berakhlaqul karimah. Amin. (sedikit dikembangkan oleh tim jurnalistik tanpa mengubah isi)

0 komentar: